Globalisai bisa dikatakan telah meracuni segala
aspek kehidupan di seluruh negara di dunia. Dari mulai teknologi, ilmu
pengetahuan, social, kebuadayaan, politik bahkan dalam bidang pendidikan. Untuk
mengejar standart internasional semua aspek kehidupan diubah guna mencapai
perkembangan negara maju. Yang sekarang sedang digalahkan pemerintah adalah
munculnya sekolah bertaraf internasional atau rintisan sekolah bertaraf
internasional. Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan RSBI ini disambut baik
oleh masyarakat namun hal ini juga melahirkan pertentangan di masyarakat.
Sekolah sekolah bertaraf internasional ini
berkembang eksklusif bagi kalangan berduit dan otomatis hal ini dapat semakin
mempertajam kesenjangan social di negara kita. Selain itu berkembangnya sekolah
– sekolah yang dianggap eksklusif ini dinilai melanggar hak anak – anak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, mengapa demikian karena
sekolah bertataraf internasional ini diolah dan dikembangkan oleh tenaga –
tenaga ahli yang pastinya akan menyerap budget lebih tinggi sedangkan sekolah –
sekolah umum diolah atau dikembangkan ala kadarnya saja, dengan kata lain pemerintah
telah menciptakan kastanisasi dalam pendidikan dengan mengagung – agungkan
tambahan kurikulum negara lain yang dinilai lebih unggul dari pada sekolah
standart nasional.
Dukungan pemerintah terhadap berkembangnya
sekolah bertaraf internasional ini tidak dibarengi dengan pemerataan hak anak –
anak di Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas,
masih banyak anak – anak terlantar yang tidak dapat menikmati bangku sekolah
dan mengenyam pendidikan, atau banyak anak –anak negeri yang harus bertaruh
nyawa untuk menempuh jalan –berbatu dan menyusuri sungai tanpa jembatan hanya
untuk mendapatkan setetes ilmu pengetahuan, bagaimana pula dengan anak – anak
yang harus belajar dalam kondisi was – was karena harus berada dalam ruang
kelas yang sewaktu – waktu bisa ambruk atau roboh karena telah dimakan usia dan
tidak layak huni lagi? Dari pada harus sibuk menyetarakan kurikulum Indonesia
dengan kurikulum negara lain yang sudah maju dan memakan banyak biaya, kenapa
pemerintah tidak memperhatikan kebobrokan dan ketimpangan yang masih terjadi di
negara kita, dalam bidang pendidikan masih banyak yang harus dibenahi bukan
hanya masalah kurikulum internasional atau pelayanan pendidikan kelas dunia
tapi bagaiman caranya menyelesaikan krisis pendidikan yang masih menggerogoti
lapisan masyarakat bawah yang sering terlupakan oleh pemerintah.
Sepertinya pemerintah kita sekarang ini benar –
benar telah menutup mata dalam menghadapi semua msalah di Indonesia setelah
kemaringencar kabar pembuatan toilet atau kalender atau renovasi ruangan DPR
yang menghabiskan dana bermilyar milyar coba sekarang kita bandingkan dengan
masyarakat yang telah mendukung dan memilih mereka menjadi wakil masyarakat
seakan dilupakan dan nasibnya tidak dihiraukan sama sekali, jika kemarin
masalah anggaran DPR yang begitu waaah, sekarang muncul fakta baru bahwa
anggaran sekolah eksklusif bagi golongan berduit lebih besar dari pada sekolah
standart nasional, selain hal ini dirasa sangat tidak etis melihat banyaknya
sekolah – sekolah nasional yang jangankan untuk mutu pendidikannya bahkan untuk
bangunannya saja tidak lebih bagus dari pada toilet bapak ibu wakil rakyat. lalu dimana kesadaran para
pemimpin kita jika hal seperti ini terus dilanjutkan dan dianggap wajar.
Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas menyebutkan, Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional.
Dikutip dari kompas .com Menurut Andi dari Tim Advokasi Anti
Komersialisasi Pendidikan, pihaknya juga melampirkan bukti temuan dari Forum
Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) bahwa pemerintah mengalokasikan
dana yang lebih besar untuk sekolah RSBI dibandingkan sekolah standar nasional
(SSN). Pada anggaran tahun 2011 alokasi dana RSBI/SBI mencapai Rp 289 miliar, sementara
untuk SSN atau umum yang jumlahnya lebih banyak hanya Rp 250 miliar.
Melihat fakta – fakta tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa Indonesia tidak akan menjadi negara maju jika hanya mengejar
mutu atau taraf dunia atau internasional tanpa memperhatikan kesejahteraan dan
kebutuhna masyarakatnya. Indonesia tidak akan menjadi negara besar dan hanya
akan menjadi followers, negara yang mengekor negara yang konsumtif hanya karena
sibuk mengejar standart internasional tanpa dibarengi meningkatkan mutu dan
pemerataan hak masyarakatnya. Maka kita sebagai generasi muda harusnya peka dan
dapat ambil tindakan untuk menyelamatkan pendidikan di Indonesia.
Semoga bisa menjadi
renungan kita !
lanjutkan
BalasHapus