Minggu, 25 Maret 2012

Kastanisasi dalam pendidikan


Globalisai bisa dikatakan telah meracuni segala aspek kehidupan di seluruh negara di dunia. Dari mulai teknologi, ilmu pengetahuan, social, kebuadayaan, politik bahkan dalam bidang pendidikan. Untuk mengejar standart internasional semua aspek kehidupan diubah guna mencapai perkembangan negara maju. Yang sekarang sedang digalahkan pemerintah adalah munculnya sekolah bertaraf internasional atau rintisan sekolah bertaraf internasional. Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan RSBI ini disambut baik oleh masyarakat namun hal ini juga melahirkan pertentangan di masyarakat.
Sekolah sekolah bertaraf internasional ini berkembang eksklusif bagi kalangan berduit dan otomatis hal ini dapat semakin mempertajam kesenjangan social di negara kita. Selain itu berkembangnya sekolah – sekolah yang dianggap eksklusif ini dinilai melanggar hak anak – anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, mengapa demikian karena sekolah bertataraf internasional ini diolah dan dikembangkan oleh tenaga – tenaga ahli yang pastinya akan menyerap budget lebih tinggi sedangkan sekolah – sekolah umum diolah atau dikembangkan ala kadarnya saja, dengan kata lain pemerintah telah menciptakan kastanisasi dalam pendidikan dengan mengagung – agungkan tambahan kurikulum negara lain yang dinilai lebih unggul dari pada sekolah standart nasional.
Dukungan pemerintah terhadap berkembangnya sekolah bertaraf internasional ini tidak dibarengi dengan pemerataan hak anak – anak di Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, masih banyak anak – anak terlantar yang tidak dapat menikmati bangku sekolah dan mengenyam pendidikan, atau banyak anak –anak negeri yang harus bertaruh nyawa untuk menempuh jalan –berbatu dan menyusuri sungai tanpa jembatan hanya untuk mendapatkan setetes ilmu pengetahuan, bagaimana pula dengan anak – anak yang harus belajar dalam kondisi was – was karena harus berada dalam ruang kelas yang sewaktu – waktu bisa ambruk atau roboh karena telah dimakan usia dan tidak layak huni lagi? Dari pada harus sibuk menyetarakan kurikulum Indonesia dengan kurikulum negara lain yang sudah maju dan memakan banyak biaya, kenapa pemerintah tidak memperhatikan kebobrokan dan ketimpangan yang masih terjadi di negara kita, dalam bidang pendidikan masih banyak yang harus dibenahi bukan hanya masalah kurikulum internasional atau pelayanan pendidikan kelas dunia tapi bagaiman caranya menyelesaikan krisis pendidikan yang masih menggerogoti lapisan masyarakat bawah yang sering terlupakan oleh pemerintah.
Sepertinya pemerintah kita sekarang ini benar – benar telah menutup mata dalam menghadapi semua msalah di Indonesia setelah kemaringencar kabar pembuatan toilet atau kalender atau renovasi ruangan DPR yang menghabiskan dana bermilyar milyar coba sekarang kita bandingkan dengan masyarakat yang telah mendukung dan memilih mereka menjadi wakil masyarakat seakan dilupakan dan nasibnya tidak dihiraukan sama sekali, jika kemarin masalah anggaran DPR yang begitu waaah, sekarang muncul fakta baru bahwa anggaran sekolah eksklusif bagi golongan berduit lebih besar dari pada sekolah standart nasional, selain hal ini dirasa sangat tidak etis melihat banyaknya sekolah – sekolah nasional yang jangankan untuk mutu pendidikannya bahkan untuk bangunannya saja tidak lebih bagus dari pada toilet bapak  ibu wakil rakyat. lalu dimana kesadaran para pemimpin kita jika hal seperti ini terus dilanjutkan dan dianggap wajar.
Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas menyebutkan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.  Dikutip dari kompas .com Menurut Andi dari Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan, pihaknya juga melampirkan bukti temuan dari Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) bahwa pemerintah mengalokasikan dana yang lebih besar untuk sekolah RSBI dibandingkan sekolah standar nasional (SSN). Pada anggaran tahun 2011 alokasi dana RSBI/SBI mencapai Rp 289 miliar, sementara untuk SSN atau umum yang jumlahnya lebih banyak hanya Rp 250 miliar.
Melihat fakta – fakta tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Indonesia tidak akan menjadi negara maju jika hanya mengejar mutu atau taraf dunia atau internasional tanpa memperhatikan kesejahteraan dan kebutuhna masyarakatnya. Indonesia tidak akan menjadi negara besar dan hanya akan menjadi followers, negara yang mengekor negara yang konsumtif hanya karena sibuk mengejar standart internasional tanpa dibarengi meningkatkan mutu dan pemerataan hak masyarakatnya. Maka kita sebagai generasi muda harusnya peka dan dapat ambil tindakan untuk menyelamatkan pendidikan di Indonesia.

Semoga bisa menjadi renungan kita !

1 komentar: